"Siapa seh yang ngatur penjemputan??" Aku mencak-mencak, bukan hanya karena hawa panas Texas, tapi karena sudah setengah jam mereka landing hingga selesai pemeriksaan bagasi, mereka masih dengan manis berdiri didepan bandara. Liza menyeka keringatnya, "Sabar kenapa,Tia... baru juga setengah jam.. si Vale pernah tidur di bandara gara2 pesawatnya delay...".
"Akhirnya muncul juga...." seru Luis sambil menunjuk sebuah mobil pick-up warna hitam. Aku menggeleng. 'Sial... naik mobil sapi....' aku berkata dalam hati. Aku membalikkan tubuh, sebal dengan segala liburan yang tidak masuk akal ini, dengan pemilihan tempat, dengan penjemputan yang lambat, dengan....
"Hello Girls... Pinky Kitty..." Ben melompat turun dari mobil. Dibelakang ada empat orang temannya ikut serta. Aku menoleh, terpana melihat Ben. Celana jins ketat, sepatu bot, kaos hitam tanpa lengan, serta... Topi koboi yang selalu ia kenakan. Aku mengangguk membalas sapaan Ben.
"So, Ben.. won't you introduce your boys to us?" selidik Cita sambil melirik salah satu teman Ben. Cowok dengan kulit coklat, otot menonjol dari kedua lengan, serta perut yang tertutupi oleh kaos warna kuning pucat juga sederet gigi putihnya.
Ben tergelak, "My bad... Girls, this is Wesley, Iulius, Jorge, dan Cesc... Boys, this is Tia, Liza, Luis, Dina and Cita.." Mereka saling bersalaman. Ben dan teman-temannya selesai membantu para cewek menaikkan koper-koper mereka.
“So, who gets the front seat?” tanya Dina sambil tersenyum dan melirik Cesc.
“TIA!!!” ujar Cita,Luis dan Liza bersamaan dan segera mereka naik dibagian belakang pick-up. Aku meringis mendengar seruan teman-temanku. Ben membuka pintu dan membungkuk, “After you, Princess…” Liza, Luis, Dina serta Cita langsung bersorak melihat kelakuan Ben. Aku memejamkan mata, mengutuk perbuatan teman-temanku.
Ben melajukan mobil dengan santai. Aku dapat mendengar teman-temanku mulai saling berkenalan dengan teman-teman Ben.
“Jadi, apa yang membuatmu datang ke Texas,Iulius?” Tanya Liza sambil sesekali memegangi topinya yang hampir terbang tertiup angin. Iul menyandarkan badannya, “Panggil saja Iul” ia mengedipkan matanya, “hmm… well… Aku ingin sekali belajar bahasa Inggris, dan sewaktu ada pertukaran mahasiswa, aku mendaftar dan disinilah aku..” Iul lalu bercerita kehidupannya di Rumania sebelum pindah ke Amerika.
“Sudah lama tinggal di Miami?” ucap Cesc mencoba memecah kebisuan antara ia dan Dina. Dina mengangguk, “iya.. kamu?”. Cesc mengarahkan tubuhnya yang atletis menghadap Dina, “Baru beberapa bulan… Aku dari Spanyol…” Dan sebentar kemudian Dina tertawa mendengar lelucon Cesc.
Luis mengaduk-aduk tas ranselnya, mencari sesuatu. “Bisa kubantu?” Jorge memperhatikan Luis. Luis mendongak, “Oh ya, terima kasih, aku mencari.. uumm.. mana ya…” JREBBBB!! “Ouch” Jorge meringis terkena sikutan Luis karena terlalu bersemangat mengaduk-aduk isi tasnya.
“Ya Tuhan.. maafkan aku… Sakit ya… Maaf ya…” Luis meletakkan tasnya dan langsung menyentuh perut berotot Jorge. Jorge terdiam, begitu juga Luis. Mereka saling bertatapan. Luis dapat merasakan kehangatan dan betapa liatnya otot-otot perut Jorge.
“Ehem…Ehem… EHEEEM!!” Cita berdehem melihat Luis dan Jorge saling terpaku. Lalu keduanya tersadar dan terkikik. “Tenggorokanmu sakit?? Butuh minum?” Wesley memberikan sebotol air minum kepada Cita. Mata Cita bertemu dengan mata Wesley yang kecoklatan. “Terima kasih…” kata Cita masih terus berpandangan dengan Wesley.
“Speed-Bump ahead…” teriak Ben dari depan.
“Bump whaaaaaaaaaaaaaat??” Belum sempat mereka bertanya, mobil melewati polisi tidur dan para cewek dibelakang hampir saja jatuh jika tidak bertumpu pada temanp-teman Ben. Aku terkikik melihat mereka dengan sukses bersandar pada para cowok dan sibuk minta maaf serta membenahi posisi duduk mereka. Aku menoleh dan Ben juga menoleh, kami saling berpandangan untuk pertama kalinya sejak dari bandara. Mata hijau-keperakan Ben membuatku terhanyut selama beberapa detik, lalu aku segera menoleh kearah lain, menyadari pipiku telah memerah tanpa aku tahu sebabnya.
Ben kembali mengalihkan pandangannya ke jalanan, “Jadi… bagaimana Miami?”. Aku mengangkat bahu, “Well.. bagus.. ya begitulah…”. Aku hendak mengambil minum disamping tempat dudukku dan tidak sengaja tanganku menyentuh tangan Ben. Sejenak aku terdiam, dan Ben kembali memandangiku sambil tersenyum. Senyum yang mengaduk-aduk perutku.
“Kita sudah sampai…” ucap Ben. Aku terkesiap, menyadari tanganku masih menyentuh tangan Ben entah untuk berapa lama, “Thanks..” Aku lanngsung turun. Melihat sekelilingi. ‘Hhhhhmmmmpppphhh…aaaaaah….’ Aku menghirup nafas dalam-dalam.. Segarnya suasana pedesaan. Rumah Ben cukup besar, kulihat orang tua Ben telah menunggu kami diteras. Mereka bergegas menyambut kami. “Halo…. Syukurlah kalian sampai dengan selamat…” Paman Rick dan bibi Michelle bergantian memeluk kami. Ben dan para cowok kembali membantu para cewek membawa tas mereka kedalam rumah.
“Ayo istirahat dulu… Kue dan limun dinginnya sudah bibi siapkan diluar. Ben, ajak mereka ya..” Bibi Michelle lalu kembali sibuk dengan masakannya. Kami dapat mencium bau harumnya sewaktu kami duduk diluar, dibawah sebuah pohon ek besar. Meja kayu dengan alas kain bermotif kotak-kotak merah, dan diatasnya telah tersaji sepiring kue coklat dan se-pitcher limun dingin.
“Kalian ingin istirahat atau ikut kami ke festival panen? Liza pintar sekali memilih waktu. Bulan ini ada berbagai macam festival merayakan panen jagung. Ada banyak permainan yang kalian bisa ikuti.” Ucap Ben sambil mengunyah kue. Mendengar ucapan Ben aku langsung melirik Liza, Liza hanya meringis dan segera meminum limun dinginnya.
“Oh iya??” mata Luis berbinar senang, “Ayo kita kesana.. Ayo…”.
“Ntar dulu napa,Lu..” Liza menenangkan Luis,”Kita isi energi dulu..”
Dina menyandarkan badannya lalu menengadah menikmati hangatnya matahari, “Iya nie anak… Sabar dulu.. tadi abis dikocok sama Ben.. No offends Ben.. “
Ben menggeleng, “Non taken… Jalannya memang bumpy..”
“Kita akan main kejar anak sapi lo…” kata Wesley diamini oleh Jorge dan Cesc.
“Wes selalu menang, tapi aku dan Cesc akan pastikan dia kalah tahun ini, ha..ha..ha…” Jorge dan Cesc tertawa.
Kami pun lalu menuju festival panen dibagian barat Texas. Ben mengenalkan kami kepada panitia dan kami mendapatkan akses hingga kebelakang panggung. “Kalian bisa lihat kita dari sini, Kita ganti baju dulu ya…” pamit Ben dan teman-temannya.
Gak pake baju juga gak papa…” bisik Cita dan kami pun terkikik. Untung Ben dan teman-temannya sudah pergi. Kami menunggu bersama dengan pengunjung yang lain. Para anak kecil berteriak-teriak dengan riangnya. Beberapa kali Luis melambai kepada para koboi ditribun atas. Kami pun bersorak ketika panitia mengumumkan giliran Ben dan teman-temannya akan tampil. Namun teriakan kami berhenti ketika kami melihat Ben, Wes,Jorge, Cesc dan Iul berjalan menuju arena dengan bertelanjang dada. Yup… hanya celana jeans butut selutut serta topi koboi sebagai aksesoris. Kami terdiam dan saling berpandangan. “Oh my God… This is totally heaven’s on earth”
“Go Cesc!!!!” teriak Dina. Dan diikuti oleh Luis, Liza, dan Cita.
“Ayo Wes!!! WooHoo…” Cita melompat-lompat.
Luis melambaikan topi koboinya, “Vamos Jorge…”
“Iul..Iul..Iul…” Liza menyerukan nama Iul.
Aku terkikik melihat tingkah polah mereka. “Hey Pinky Kitty…” Ben menghampiriku. Aku menoleh, “Wish us good luck…”. Ia mengedipkan matanya. Kami pun menyadari betapa kami akhirnya terpikat oleh kelima cowok itu. Mereka memiliki kesamaan: badan tegap atletis, otot perut yang liat dan kencang, serta lengan kuat yang membuat kami penasaran bagaimana rasanya jika dipeluk. Belum lagi celana jins selutut mereka yang ketat membungkus pantat seksi mereka, dibuktikan dengan jeritan cewek-cewek ditribun seberang kami. Kami saling perpandangan dan melempar senyum yang kami berlima sangat paham apa artinya.
Permainan berjalan seru. Hari ini permainan kejar anak sapi dilakukan berkelompok. Kami tak henti-hentinya memberikan dukungan bagi Ben dan teman-temannya. Wes terjatuh, terpeleset lumpur. Jorge, Iul dan Ben menghadang anak sapi, dan Cesc dibantu Wes mencoba mengaitkan tali dileher anak sapi. Sedetik kemudian, Jorge, Iul dan Ben berhasil menangkap anak sapi dan membantu mengaitkan tali dileher anak sapi. Juri meniup peluit dan mencatat berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permainan ini. Kami pun duduk setelah lelah berteriak dan melompat-lompat.
"Permainan kami bagus tidak?" ujar Iul mengagetkan kami. Mereka telah mandi dan ganti pakaian, rambut mereka basah oleh air, bau cologne tercium ketika mereka duduk disebelah kami. Liza tersenyum ketika Iul duduk disebelahnya, "Yup... Kalian hebat... Baru kali kita melihat permainan seperti ini."
"Sekarang tinggal menunggu siapa pemenangnya.." kata Wes sambil meminum air. Cita masih tidak berkedip melihat bentuk otot lengan Wes.
Tak berapa lama panitia mengumumkan pemenang permainan kejar anak sapi.
"Pemenang Kejar Anak Sapi berkelompok jatuh kepada..... Ben, Wesley, Cesc, Iul dan Jorge!!!!"
Kami berteriak dan berpelukan. "Kalian menang... yeaaaay!!!" Liza memeluk Iul.
"You did it!!!!" pekik Luis menghambur ke pelukan Jorge.
"Nice work" Dina mengedip ke Cesc setelah memeluknya.
"Well done,Wes..." Cita memeluk Wes.
Aku tersenyum memandang Ben, "Kalian berhasil..". Ben meletakkan topinya, "Ummm.. is it okay if i ask for a hug? I mean they got the hug and I..." Aku langsung memeluk Ben dengan erat. Tangan Ben dengan lembut membelai punggungku.
"Ayo,Ben.. kita harus turun menerima piala..." Jorge dan yang lainnya telah menunggu Ben. Ben menyentuh pipiku, lalu ia menghampiri teman-temannya.
"Gak salah kan kalo aku meluk dia?" aku menoleh kepada Liza, Luis, Dina dan Cita.
Dina terkikik, "Umm.. we kindda hug the boys too...". Lalu kami pun tergelak. Kami menghabiskan sore itu dengan makan jagung bakar dan berjalan-jalan disekitar festival. Memilih tempat permainan mana yang akan kami datangi keesokan harinya. Tepat pukul 7 malam, para cowok mengantarkan kami pulang. Setelah berpamitan, kami berkumpul untuk makan malam. Sup ayam, salad sayuran, bola-bola daging serta pudding coklat sebagai penutup benar-benar mengenyangkan perut kami yang kelaparan. Kami merebahkan badan ke tempat tidur.
"Hari ini benar-benar indaaaaaaaaaaaaaaaaah.." Dina merentangkan tangannya.
Cita memasang muka aneh sambil memeluk bantalnya, "Ummm... kok ada yang aneh ya rasanya? Kayak ada yang belum aku lakuin, apa ya??"
"OH SHIT!!!" aku terpekik sambil melihat ponselku, "9 pesan singkat, 7 pesan suara, 20 panggilan tak terjawab" . Liza dan Luis menatapku, dan saling berpandangan. "Kita lupa kasih kabar ke pacar kita!!" seru Luis dan Liza bersamaan. Jadilah kami sibuk mengecek ponsel kami.
"Ya Tuhan... 20 panggilan tak terjawab, 10 pesan singkat, dan 5 pesan suara.." gumam Liza.
Luis menghela nafas, "5 panggilan tak terjawab, 15 pesan singkat, dan 10 pesan suara.."
"8 pesan suara, 10 panggilan tak terjawab, 17 pesan singkat.... mati aku!!!" celetuk Cita.
TO BE CONTINUED.....